Blog

Drakor “Miss Hammurabi”

miss hammurabi
Drakor / Uncategorized

Drakor “Miss Hammurabi”

Halo teman-teman, apa kabar nih? Nggak terasa ya, sudah setahun ini kita di rumah saja karena pandemic covid 19. Melaksanakan aktifitas semua di rumah. Ibadah, kerja, sekolah, kuliah, beberapa diantara kita masih melakukannya di rumah. Nah, biasanya, kalian mengisi waktu dengan rutinitas yang membosankan dengan apa? Membaca buku, nonton film, drakor atau ngapain? Ngomong-ngomong soal drakor, siapa nih diantara kalian yang suka nonton drama lawas? Pernah nggak sih kalian ngisi waktu, sembari nunggu episode drakor yang ongoing dengan nontonin drakor lawas? Seru dan bisa banget dicoba lho. Karena ada banyak sekali drakor lawas yang bisa kita tonton ulang. Salah satunya adalah drakor dengan genre hukum perdata, Miss Hammurabi. Ia adalah film dengan genre hukum yang ditayangkan dalam 16 episode pada 2018 lalu. Cocok banget nih untuk kalian simak, apalagi untuk mahasiswa hukum disela kepadatan kuliah daring.

Drama bertema hukum ini ditulis sendiri oleh Moon Yoo Seok yang berprofesi sebagai hakim. Miss Hammurabi diangkat dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Moon Yoo Seok pula. Ia sangat populer di Korea karena mengangkat hal-hal yang sesungguhnya terjadi di dunia peradilan negara tersebut. Ini adalah serentetan kisah yang ditulis oleh profesional yang benar-benar pernah menjalani profesi tersebut. Jika kalian melihatnya, akan menjadi sangat berbeda dengan drama fiksi lainnya. Meski bergenre fiksi, kisah yang dituliskan dalam drama ini sangat asli dengan kondisi yang ada di sana.

Im Ba Reun (diperankan oleh Kim Myung Soo/L Infinite) adalah hakim pembantu di pengadilan kasus pidana. Setelah beberapa waktu Ba Reun dipindahkan ke pengadilan kasus perdata. Pada hari pertama di departemen baru, Ia bertemu dengan seorang gadis yang pernah ditaksirnya semasa SMA yaitu Park Cha Oh Reum (diperankan oleh Go Ara). Tapi, Oh Reum yang dulu diingat Ba Reun sangat bertolak belakang dengan sosok Oh Reum yang sekarang. Oh Reum semasa SMA adalah gadis pendiam dan cenderung penakut, sementara Oh Reum yang sekarang adalah sosok percaya diri yang tak segan membela kebenaran. Dalam perjalanan mereka ke pengadilan negeri menggunakan kereta, Oh Reum menghentikan peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan seorang professor. Video saat Oh Reum menghajar si professor itu tak dinyana menjadi viral di masyarakat, tak terkecuali di lingkungan pengadilan.

Ba Reun dan Oh Reum ternyata bekerja di departemen yang sama yaitu Departemen 44 pengadilan perdata. Mereka menjadi hakim pembantu untuk hakim majelis yang terkenal nyeleneh namun bijaksana bernama Han Se Sang (diperankan oleh Sung Dong Il). Dalam menyelesaikan kasus, ketiganya dibantu oleh seorang panitera perempuan yang sangat dinamis dan kompeten namun misterius bernama Lee Do Yeon (diperankan oleh Lee Elijah). Selain itu ada beberapa panitera lain dan seorang sekuriti perempuan yang turut membantu di pengadilan. Departemen 44 juga sering diramaikan oleh Jung Bo Wang (diperankan oleh Ryu Deok Hwan), teman SMA Ba Reun yang kini menjadi hakim pembantu pula. Bo Wang adalah seseorang yang pandai bergaul dan pandai mengambil hati para hakim senior. Ia juga merupakan sosok yang tahu segala hal yang terjadi di pengadilan.

Sama halnya di dunia nyata, drakor ini ingin membawa sebuah pesan tentang kondisi peradilan. Bahwasanya, dunia peradilan memang tak seindah, dan bahkan tak seadil yang dibayangkan. Oh Reum memutuskan menjadi hakim karena ingin mengubah wajah pengadilan yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. Namun bagi Ba Reun, rekan kerjanya itu tak realistis. Dengan sinis Ba Reun berkata ia menjadi hakim semata untuk mencari nafkah. Tujuannya menjadi hakim karena ingin memperoleh pekerjaan yang tidak bisa dipecat secara pihak.

Kasus perdana yang ditangani trio hakim Departemen 44 bukan kasus besar dan mencekam seperti umumnya kasus pidana. Kasus yang mereka tangani umumnya tentang perselisihan antar saudara, sengketa tanah, kontrak kerja, pelecehan seksual dan mal praktik. Oh Reum seringkali mendapati dirinya terbawa oleh setiap kasus. Ia cenderung menjadikan setiap kasus sebagai masalah pribadi dan menjadi sangat sensitive ketika menanganinya. Seperti saat menangani kasus pelecehan seksual dan beberapa kasus yang melibatkan wanita. Hal ini dikarenakan Oh Reum, pernah menjadi korban pelecehan seksual.

Selain menghadapi kasus yang sering kali sulit diputuskan secara adil dan menyenangkan semua pihak, Oh Reum juga menemukan ketidakadilan di lingkungan pengadilan itu sendiri. Wajah peradilan korea berusaha diungkapkan dalam drama ini. Ia melihat sesama hakim yang digencet hakim majelisnya agar segera naik jabatan, hakim yang terkenal bijaksana namun rupanya tersangkut kasus penyuapan, hakim senior yang senang cari muka, hakim senior yang suka mencuri ide hakim junior,  dan hakim ketua yang sangat mementingkan martabat pengadilan.

Oh Reum kemudian dikenal sebagai hakim yang sering memprotes pengadilan dan mengambil tindakan berani yang kontroversial. Sosoknya, digambarkan bisa merepresentasikan seorang feminis sejati yang membela hak-hak perempuan.

Sejak episode pertama, drama Miss Hammurabi mengetengahkan hal-hal yang asli, sesepele bahwa faktanya hakim di Korea sudah tidak lagi menggunakan palu saat memvonis sebuah kasus. Sepele, namun makin membuat drama ini tampak tidak mengada-ada. Apalagi kasus yang diambil adalah perdata (meski beberapa kali diceritakan Departemen 44 mendapat limpahan kasus pidana).

Miss Hammurabi punya tiga pilar besar, yaitu hasrat (diwakili sosok Park Cha Oh Reum), prinsip (diwakili sosok Im Ba Reun) dan kebijaksanaan (diwakili sosok Han Se Sang). Ketiganya memilki tujuan yang sama, yaitu mendapat putusan yang adil. Namun ketiganya sering berbenturan karena perbedaan cara pandang ini.

Moon Yoon Seok dalam Miss Hammurabi ingin mengungkapkan tentang bagaimana seharusnya dunia peradilan berjalan secara ideal. Ia digambarkan dengan masalah-masalah internal dan dengan sangat memukau memunculkan sosok Oh Reum sebagai pandangan hakim muda yang ideal untuk system peradilan di Korea. Di satu sisi, drama ini ingin mengobarkan semangat bahwa kalau tidak ada yang mulai bicara benar, mau kapan lagi? Mau situasi pengadilan tetap berat di pihak yang punya kuasa terus? Tapi di sisi lain, melihat realitanya, drama ini—terutama di episode-episode pamungkas—memberi ide tentang bentuk ideal suatu dunia peradilan yang memang utopis.

Apa dalam drama ini hanya membahas soal dunia peradilan saja? Ya namanya drakor tentu dong ada kisah cinta dan polemik. Dalam drama ini, tentu ada dong. Ya, meski sedikit banget. Tapi menjadikan drama ini manis dan menyenangkan. Polemik yang ditampilkan juga bukan hanya seputar kasus-kasus di peradilan. Melainkan juga permasalahan keluarga yang juga melingkupi dunia ketiga hakim yang menjadi pilar besar dalam drama ini. Menggambarkan bahwa, hakim juga manusia biasa yang dalam keseharian hidupnya dilingkupi permasalahan pribadi. Namun yang ingin ditekankan dalam drama ini, bagaimana itu bisa mengasah kepekaan mereka dalam memutuskan suatu permasalahan.

Drama ini menjadi menarik, dan membuat kita menarik nafas lega ketika mendengarkan salah satu soundtracknya yang berjudul Someday, Somehow. Salah satu liriknya : “It’s all right, it’s all right, oh please don’t say you’re sorry. I know. And it will all be fine. Somehow.” Dengan banyak silang sengkarut permasalahan yang mungkin relate dengan kehidupan kita, soundtrack itu menjadi benang merah yang sangat manis dalam drakor ini.

Nah, sekarang apa sih perbedaan asas legalitas di Indonesia dan korea selatan? 

Indonesia dan Korea Selatan menganut sistem hukum yang sama. Keduanya juga menganut asas legalitas namun ada perbedaan dan persamaan. Perbedaan  asas  legalitas  di  masing-masing negara  dapat  memberikan  dampak positif maupun negatif di antara keduanya. Adanya perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan studi perbandingan dalam pembaharuan hukum pidana di masing-masing negara. Perbandingan hukum pidana dalam KUHP dan Criminal Code masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. KUHP lebih memuat kepastian hukum dalam hal perumusan, namun dalam hal recidiveCriminal Code lebih memuat keadilan hukum. Asas legalitas di Indonesia tidak mengatur arti dari “perubahan undang-undang” sedangkan asas legalitas Korea Selatan, mengaturnya dalam arti perubahan undang-undang apabila ada dekriminalisasi atau meringankan ancaman pidana dari suatu tindak pidana. Persamaannya adalah apabila ada perubahan undang-undang, maka yang dipakai adalah yang paling ringan. Perbedaannya adalah di Indonesia apabila dekriminalisasi setelah putusan inkrah maka pelaksanaan pidana tetap dijalankan, sedangkan di Korea Selatan pelaksanaan pidana harus dicabut.  Asas legalitas dalam RUU KUHP Tahun 2019 mengakui hukum yang hidup di masyarakat, namun tidak menjelaskan batasan-batasannya.

Teman-teman, aku rekomendasikan untuk nonton drakor ini ya. Semoga bisa kita jadikan pembelajaran bersama. Selamat menikmati J

Jangan Lupa dengarkan juga podcast kita di spotufy “NGOPI HUKUM” ya…

Leave your thought here

Alert: You are not allowed to copy content or view source !!